DOA-DOA CINTA
by : Asep M.S
Dimanakah aku? Aku sungguh berada di tempat yang
sangat indah. Tempat yang paling indah. Belum pernah aku menemukan tempat yang
seindah ini. Aku berada di sebuah taman, atau…. Entahlah, yang jelas aku sangat
senang berada disini. Rumput-rumput hijau yang terhampar luas dan
tanaman-tanaman hijau yang menyegarkan mata. Bunga-bunga indah dengan berbagai
macam warna dibuat menari-nari oleh semilir angin yang menyejukkan hati, seakan
mereka sengaja menari-nari untuk menghibur hatiku yang gundah. Langit yang
cerah juga pohon-pohon rimbun yang semakin membuat hatiku ini damai rasanya.
Dan… oh sungguh aku tidak bisa menggambarkan lagi betapa indahnya tempat ini.
Tapi dimanakah aku??
Aku duduk sendiri di sebuah kursi
kayu panjang berwarna putih. Pandanganku lurus ke depan melihat betapa indahnya
pemandangan. Pikiranku kini melayang, sampai ada suara yang membuyarkan lamunanku.
“Nadya…” ada yang memanggilku. Tapi siapa? aku menoleh
ke sebelah kananku, dan alangkah
kagetnya aku karena di samping kananku sudah duduk seorang lelaki tinggi
besar, berkulit putih dengan mengenakan pakaian yang serba putih pula. Dia
memandangku. Wajahnya begitu putih dan bersih. Ohh diakah? ah tidak mungkin!
pikirku.
“Ka..
Kakak?” kataku dengan terbata-bata. Tidak
salah lagi itu Kak Ihsan, Kakak kandungku yang paling kusayang. Tapi… bukankah
Ia sudah meninnggal beberapa bulan yang lalu?
“Iya
Nadya.. ini Kakak. Kamu gimana kabarnya Dek?”
“Kakak
kemana aja? Aku kesepian gak ada Kakak. Aku sedih banget kakak pergi…” ku
ucapkan kata-kata itu dengan mata berkaca-kaca, sambil memandangi wajah Kakakku
yang putih bercahaya, hingga air mataku pun keluar, mengalir membasahi pipiku.
“Kamu
gak boleh sedih dong Nad! Kakak gak apa-apa kok.
Kakak bahagia malah sekarang. Jadi kamu gak usah sedih lagi mikirin
kakak. Kan masih banyak orang-orang di sekitar kamu yang sayang sama kamu. Kamu
harus tetap tersenyum, dan juga membuat orang-orang di sekitarmu tersenyum pula
karenamu.”
“Tapi
aku gak bisa Kak….”
“Pasti
kamu bisa Nad. Kakak yakin itu. Kamu harus janji sama Kakak kalau kamu gak akan
sedih lagi dan bikin orang-orang di sekitarmu bahagia?”
“Emmmh….
Ya deh kak aku janji.”
“Beneran
ya?”
“Iya
Kak..”
“Ya sudah Kakak pergi dulu ya Nad. Kamu
baik-baik yah ! Yang rajin belajarnya.”
“Lho
Kakak mau pergi kemana lagi? Kakak jangan tinggalinku lagi dong Kak!”
“Gak
apa-apa Nad. Kamu doain Kakak aja.” Kak Ihsan berjalan pergi
meninggalkanku. Semakin lama semakin menjauh.Sementara aku, entah kenapa
badanku ini tidak bisa ku gerakkan.
“Kakaak…!!!”
Aku hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya. Tapi itu percuma, Kak Ihsan
terus berjalan tanpa menengok ke belakang, seakan Ia tak mendengar teriakanku;
Ataukah memang Ia tak bisa mendengar? Kak Ihsan terus pergi menjauh hingga
mataku pun tak mampu lagi menangkap keberadaannya. Kak Ihsan menghilang.
*****
Aku
terbangun dari tidurku. Meninggalkan alam mimpiku dan kembali lagi ke alam
sadarku. Aku duduk sejenak mengumpulkan
ingatan-ingatanku dan mengusap peluh yang keluar dari pori-pori kulit wajahku.
Terlintaslah di benakku sosok Kak Ihsan, kakak kandungku satu-satunya yang
sangat ku sayang. Ia sangat akrab denganku. Tapi sayangnya, kini aku tak dapat
lagi bertemu dengannya. Ia sudah pergi. Pergi untuk selamanya dengan cara yang
menyedihkan. Dan itu semua terjadi di depan mata kepalaku sendiri.
3
bulan yang lalu.
Jam
pelajaran selesai dan siswa-siswi di sekolahku pun diperkenankan pulang. Seperti
biasa Aku menunggu Kakakku menjemputku di depan gerbang sekolah. Dari kejauhan
aku telah melihat Kak Ihsan mengendarai motor bebeknya menuju ke arahku. Tapi
tiba-tiba hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Saat Kak Ihsan ingin menyalip
mobil di depannya, mobil itu menyenggol sepeda motornya hingga ia pun oleng dan
terjatuh. Tidak selesai sampai disitu, sebuah mobil truk yang melaju kencang
dari arah yang berlawanan menabrak kakakku dan sepeda motornya hingga tubuhnya
terseret beberapa meter. Aku lihat itu.. Aku lihat!
Aku
berteriak kencang lalu berlari menuju ke arah orang-orang yang sudah berkerumun
mengelilingi seorang lelaki muda yang tergeletak lemah dengan tubuh berlumuran
darah. Itulah Kak Ihsan, Kakakku. Oh… Kakak.. dalam hati aku menjerit.
Aku tidak dapat lagi melihat wajah Kakakku yang tampan. Wajahnya kini hancur
dan tertutup oleh lumuran darah. Dan akhirnya… Sebelum ambulan datang menjemput
kak Ihsan, arwahnya sudah terlebih dahulu dijemput oleh sang malaikat pencabut
nyawa. Kak Ihsan pun pergi dan tak akan kembali tuk selamanya.
Kalian
tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kalian sayang untuk selamanya?
Sakit. Sangat sakit rasanya. Itulah yang kurasakan saat ini. Beberapa hari
setelah kejadian itu aku hanya bisa menangis dan menangis. Terlalu lama aku
menangis hingga aku pun sadar kalau menangis itu tak ada gunanya. Malah
menyiksa diri sendiri dan tak pernah membuat semuanya kembali. Kak Ihsan juga
pasti tidak senang jika melihat aku terus-terusan menangis seperti ini.
Akhirnya yang bisa kulakukan hanyalah berdoa dan terus berdoa. Dan Aku yakin
do’aku ini bisa mempermudah langkahnya menuju surga. Amin.
Setelah
kepergian Kak Ihsan, Aku menjadi anak satu-satunya dari Ayah dan Ibuku. Aku
sangat kesepian. Tidak ada yang bisa diajak bercanda di rumah ini seperti
kakakku. Padanyalah aku sering mencurahkan isi hatiku dan meminta solusi atas
semua masalah-masalahku. Ia juga sering membantuku mengerjakan tugas-tugas
sekolah, mengantar dan menjemputku ke sekolah, juga melindungiku jika aku dalam
bahaya. Sungguh aku kehilangan orang yang sangat berharga. Selamat jalan Kak
Ihsan.
*****
Lama kelamaan rasa kehilangan, kesedihan dan
kesepian itu pun hilang, dan orang yang paling berjasa mengeluarkanku dari itu
semua adalah Kak Rahman. Dia orang yang hebat. Dia sahabat terdekatku, kakak
kelasku, bahkan sudah ku anggap sebagai kakakku sendiri.
Kak
Rahman orangnya luarbiasa. Dia sangat cerdas dan menjadi juara di kelasnya. Dia
juga pintar dalam banyak hal. Hitung-menghitung, melukis, menulis artikel, pidato,
semuanya ia kuasai. Hanya mungkin dalam bidang olahraga saja Ia lemah. Manusia
tak ada yang sempurna memang. Tapi dimataku Kak rahman adalah orang yang
sempurna. Dia sangat mirip dengan Kak Ihsan, kakak kandungku. Kak Rahman sering
membantuku menghadapi berbagai macam masalah. Ia juga sering mengajariku
pelajaran-pelajaran di sekolah, menghiburku ketika aku sedih, dan menemaniku
saat aku kesepian. Beruntunglah aku bisa kenal dekat dengannya.
Banyak
teman-teman perempuanku yang iri padaku. Mereka iri karena aku bisa dekat
dengan sang bintang sekolah. Bahkan mereka mengira kami berdua pacaran. Padahal
sebenarnya tidak. Aku tidak menyayangi Kak Rahman sebagai pacarku, tetapi
sebagai sahabatku, bahkan kakakku sendiri. Jika berpacaran seringkali ada
saatnya harus putus, maka persahabatan kami tidak akan putus. Susah senang,
suka duka selalu kami lewati bersama. Itulah persahabatan sejati. Semoga.
Aku
kini diliputi perasaan khawatir. Akhir-akhir ini Kak Rahman sering tidak masuk
sekolah. Ia memang sering sakit. Dari pertama kenal dekat dengannya, aku sudah
sering melihat wajahnya pucat dan sering pula kulihat Ia pulang sekolah lebih
awal. Tapi ketika ku tanya sakit apakah dia, dia hanya menjawab dengan senyum
manisnya dan berkata, “Gak apa-apa kok, cuma sakit biasa.”
Aku
tahu sekali Kak Rahman bukanlah orang yang malas atau manja. Sesakit apapun
dirinya, selama masih bisa berjalan, Ia akan tetap melangkahkan kakinya untuk
berangkat ke sekolah. Tetapi kali ini berbeda. Kak Rahman sudah hampir dua
minggu tidak masuk sekolah. Ia sakit dan di rawat di Rumah Sakit di luar kota.
Rasa khawatir pun kini benar-benar merasuk memenuhi hati dan fikiranku. Sudah
kucoba menghubungi Kak Rahman berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban darinya.
Oh Tuhan sakit apa dia sebenarnya? Kenapa Ia tidak mau cerita padaku? Beribu
pertanyaan kini hadir memenuhi fikiranku. Aku tidak bisa tinggal diam!
Saat
ini aku berada di Rumah Sakit tempat Kak Rahman dirawat. Tepatnya di depan
sebuah ruangan dimana Kak Rahman sedang
terbaring lemah di dalamnya ditemani seorang dokter. Aku duduk berdua bersama Ibu
Kak Rahman. Kulihat wajahnya jelas sekali menampakkan kesedihan. Dengan hati
yang tidak menentu, ku tanyakan kepada Ibunya sakit apa Kak Rahman sebenarnya.
Ibunya menjawab, “Rahman sudah lama menderita penyakit jantung, Nak.” Seketika
aku langung terperanjat kaget. Jawaban itu seperti petir yang menyambar dadaku,
hingga hatiku pun hancur berantakan
dibuatnya. Aku terdiam tidak bisa bicara apa-apa lagi, dadaku sesak seakan
ditindih sebongkah batu besar. Akhirnya Ibu Kak Rahman lah yang lanjut
bercerita.
“Sudah
hampir tiga tahun Rahman menderita penyakit itu. Tapi waktu itu Ibu belum punya
cukup biaya untuk operasi. Tapi sekarang tak ada pilihan lain, Nak. Tabungan
Ibu mungkin sudah cukup untuk membiayai operasi Rahman. Jika tidak, dokter
bilang umur Rahman… tidak akan lama lagi....” Ibu Kak Rahman bercerita sambil
menangis. Aku pun juga sudah tak kuat membendung air mataku.
“Ibu..
asal Ibu yakin dan terus berdoa, Kak Rahman pasti sembuh Bu. Yang menentukan
hidup mati seseorang itu Allah Bu, bukanlah dokter..”
“Iya,
Nak.. Terima kasih sudah mengingatkan Ibu.” Ibu Kak Rahman menghapus air
matanya.
Akhirnya
seorang dokter keluar dari kamar pasien dan mempersilahkan aku dan Ibu Kak Rahman masuk. Dokter juga
bilang kalau Kak Rahman sudah bisa diajak berkomunikasi lagi. Kami berdua pun
masuk dan langsung disambut oleh Kak Rahman dengan senyum manisnya. Wajahnya
sangat pucat dan badannya pun kulihat semakin kurus dan lemah. Tapi dalam
keadaan seperti itu Ia masih bisa tersenyum. Bahkan Ia juga yang meyakinkanku
kalau Ia pasti sembuh. Oh Kak Rahman, kau orang yang luar biasa.
*****
Sungguh
sebuah kenyataan yang menyedihkan. Kenapa ini harus terjadi kepadaku? Disaat
aku sudah menyayangi Kak Rahman seperti kakakku sendiri, aku harus menerima
kenyataan kalu ternyata Kak Rahman punya penyakit jantung yang membahayakan
jiwanya, dan hidup matinya akan dipertaruhkan tiga hari lagi, yakni hari dimana
Ia akan dioperasi. Apakah aku harus kehilangan orang yang spesial untuk kedua
kalinya? Tidak! Aku tidak mau lagi. Aku tidak boleh berpikiran negatif. Aku
harus berbuat sesuatu untuk Kak Rahman. Ia pasti sembuh!!
Tiap
waktu, tiap menit, tiap detik aku selalu berdoa untuk Kak Rahman. Setiap selesai shalat fardhu, aku tidak
pernah lupa berdoa untuk kesembuhan Kak Rahman. Bahkan aku rela untuk bangun
malam melaksanakan shalat tahajjud dan mengirim doa untuk Kak Rahman.
Teman-temanku semuanya aku beritahu dan ku ajak mereka untuk mengirim doa al-Fatihah
untuk Kak Rahman. Aku usulkan kepada pengurus OSIS juga untuk mengadakan doa
bersama dan mengadakan penggalangan dana sosial. Guru-guru pun ikut pula
membantu untuk Kak Rahman. Semuanya berdoa untuk kesembuhan Kak Rahman. Semua
menyayanginya dan tidak ingin kehilangan dia.
Segala
upaya telah dilakukan sekuat tenaga. Segala doa telah dipanjatkan. Hingga
sekaranglah detik-detik penentuan. Disaat segala usaha lahir batin sudah
terlaksana, barulah kini saatnya untuk bertawakkal kepada-Nya. Sekarang ini aku
pasrahkan segala keputusan pada-Nya. Hari ini Kak Rahman akan dioperasi. Hari
ini pula aku tidak masuk sekolah karena tidak enak badan. Aku hanya
menghabiskan waktu di kamar. Di fikiranku kini hanya ada satu nama, Kak Rahman.
Perlahan air mataku ini keluar, hingga semakin lama semakin deras. Aku
menangis. Kenapa ini harus terjadi? Kenapa harus dia? Ohh Tuhan.. sembuhkanlah
Kak Rahman.
Aku
bangun dari tidurku karena mendengar handphoneku berdering. Ada yang
menelponku. Aku pun langsung mengangkat telpon tersebut yang ternyata dari
Ibunya Kak Rahman. Ia bilang kalau ternyata operasinya berhasil dengan ajaib.
Sekarang kak Rahman sudah mulai sadar dan hal pertama yang ditanyakannya adalah
aku. Ohh Tuhan terima kasih.. Berkali-kali syukur ku ucapkan. Sekarang aku
menjadi orang yang paling bahagia sedunia. Rasa sakitku pun hilang seketika.
Ternyata Allah mengabulkan doa-doaku
selama ini.
Aku
seketika langsung bangkit dan bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Sakit tempat
Kak Rahman dirawat. Seorang diri aku naik angkutan umum. Dan beberapa lama
kemudian aku pun sampai di seberang Rumah Sakit. Oh.. Aku tidak sabar lagi
ingin mengetahui keadaan Kak Rahman. Tanpa lmelihat kanan kiri aku langsung
berjalan cepat menyebrang jalan. Tanpa kusadari sebuah mobil kijang hitam dari
arah kiri sedang melaju kencang menuju ke arahku. Dan… Bruukk..
Aku
berada di tempat ini lagi? Dihadapanku kini berdiri seorang lelaki tampan dan
gagah dengan pakaian serba putihnya. Dia tidak lain adalah kakaku, Kak Ihsan.
“Ka..kakak?”
kupandangi wajah Kak Ihsan yang putih bercahaya. Ia tersenyum.
“Ayo
Nadya.. Sekarang ikut Kakak..!”
Tamat.
Di sebuah tempat yang indah
14
Februari 2012